Al-Israa' 1 - 20
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 1
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
Allah
SWT menyatakan ke Maha Sucian Asma Nya dengan firman Nya "Subhana", agar
manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan
meyakini sifat-sifat ke Agungan Nya yang tiada taranya dan sebagai
pernyataan pula tentang sifat-sifat yang kebesaran Nya telah
memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam, dengan perjalanan yang sangat
cepat.
Allah SWT memulai firman Nya dengan "Subhana"
dalam ayat ini, dan di Beberapa ayat yang lain sebagai pertanda bahwa
ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana
karena iradat dan kekuasaan Nya.
Dari kata-kata Isra'
dapat dipahami bahwa Isra' Nabi Muhammad saw itu terjadi di waktu malam
hari, karena memang demikian kata "asra" dalam bahasa Arab. Sedang
disebutkan "Lailan", yang berarti di malam hari," adalah untuk
menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isra' itu memang benar-benar
terjadi di malam hari. Allah SWT mengisra' kan hamba Nya di waktu malam
hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk
mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang sebaik-baiknya untuk
beribadat kepada-Nya.
Dimaksud dengan "hamba Nya" di dalam ayat
ini ialah Nabi Muhammad saw yang telah terpilih sebagai Nabi yang
terakhir dan telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam,
yang semata-mata karena perintah Allah.
Di dalam ayat
ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatannya
maupun saat tibanya Nabi Muhammad saw kembali ke tempat tinggalnya di
Mekah. Hanya saja yang diterangkan bahwa Isra' Nabi Muhammad saw dimulai
dari Masjidilharam, yaitu Mesjid yang terkenal karena di dalamnya ada
Baitullah yang terletak di kota Mekah menuju Masjidilaksa yang berada di
Baitulmakdis. Masjidilaksa itu terkenal pula dengan Haikal Sulaiman.
Disebut demikian karena Nabi Sulaimanlah yang membinanya. Mesjid itu
disebut Masjidilaksa yang berarti "jauh", karena jauhnya dari kota
Mekah.
Selanjutnya Allah SWT, menjelaskan bahwa
Masjidilaksa itu dan daerah daerah sekitarnya diberi berkat oleh Allah,
karena tempat di sekitarnya itu adalah tempat turunnya wahyu kepada
Nabi-nabi dan disuburkan tanahnya, sehingga menjadi daerah yang makmur.
Di samping itu juga karena mesjid itu termasuk di antara mesjid-mesjid
yang paling besar pada waktu itu yang menjadi tempat peribadatan para
Nabi dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu Allah
menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw dibawa berjalan pada malam
hari, yaitu Allah SWT dapat memperlihatkan kepadanya tanda-tanda
kebesaran-Nya, yaitu tanda-tanda yang dapat disaksikan oleh Muhammad saw
dalam perjalanannya itu, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga
yang dialaminya dalam perjalanan dari Masjidilharam ke Masjidilaksa itu,
ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa
luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Maha Pencipta Nya.
Pengalaman-pengalaman baru yang dapat disaksikan oleh Nabi Muhammad itu
sangat berguna untuk menguatkan hati beliau dalam melakukan tugasnya,
dan menambah ketabahan beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari
kaumnya, juga persiapan yang sangat penting dalam meyakini wahyu Allah,
baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.
Di
akhir ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar terhadap
bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat akan semua perbuatan
mereka. Tak ada suatupun detak jantung, ataupun gerakan badan dari
seluruh yang ada di antara langit dan bumi ini yang terlepas dari
pengamatan Nya.
Ayat ini menyebutkan terjadinya
peristiwa Isra', yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidilharam
ke Masjidilaksa di waktu malam, sedang peristiwa Mikraj, yaitu naiknya
Nabi Muhammad dari Masjidilaksa ke Sidratul Muntaha (Mustawa) tidak
diisyaratkan oleh ayat ini tetapi diisyaratkan oleh bagian pertama surah
An Najm.
Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa
peristiwa Isra' itu terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul.
Peristiwanya satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut Imam Az Zuhri
Ibnu Saad dan lain-lainnya. Imam Nawawipun memastikan yang demikian.
Bahkan menurut Ibnu Hasan bahwa peristiwa Isra' itu terjadi bulan Rajab
tahun yang kedua belas dari diangkatnya Muhammad menjadi Nabi.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isra' itu sebagai berikut:
Pertama :
ليلة
أسري برسول الله صلى الله عليه وسلم من مسجد الكعبة أنه جاءه ثلاثة نفر
قبل أن يوحى إليه وهو نائم في المسجد الحرام فقال أولهم: أيهم هو؟ فقال
أوسطهم : هو خيرهم فقال أخرهم : خذوا خيرهم، فكانت تلك الليلة فلم يرهم حتى
أتوه ليلة أخرى فيما يرى قلبه وتنام عينه ولا ينام قلبه وكذلك الأنبياء
تنام أعينهم ولا تنام قلبهم -فلم يكلموه حتى احتملوه فوضعوه عند بئر زمزم
فتولاه منهم جبريل فشق جبريل ما بين نحره إلى لبته حتى فرغ من صدره وجوفه
فغسله من ماء زمزم بيده حتى أنقى جوفه ثم أتى بطشت من ذهب فيه نور من ذهب
محشو إيمانا وحطمة فحشابه صدره ولغاديده يعني عروق حلقه
Artinya:
Pada
malam dijalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam datanglah
kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul
pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang
yang pertama: "Siapakah dia ini ? Kemudian orang kedua menjawab: "Dia
adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya). Setelah itu
berkatalah orang ketiga : "Ambillah orang yang terbaik itu. Pada malam
itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka itu, sehingga mereka datang
kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan
hatinya tidak tidur. Demikianlah para Nabi, meskipun mata mereka
terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur. Sesudah itu rombongan tadi
tidaklah berbicara sedikitpun kepada Nabi sehingga saatnya mereka
membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zam-zam. Kemudian
Jibrilah di antara mereka yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah
bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah
dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan
menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril
membawa talam yang terdapat di dalamnya bejana dari emas yang berisi
iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada
beliau dan urat-urat tenggorokannya". (H.R. Bukhari dan Anas)
Kedua: Hadis riwayat Bukhari dari Sa'sa'ah:
إذا أتاني أت فقد فاستخرج قلبي، ثم أتيت بطشت من ذهب مملوءة إيمانا، فغسل قلبي ثم حشي (أعيد)
Artinya:
Bahwa
Nabi saw bersabda : "Datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia
mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku piala yang terbuat
dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu
menuangkan isi piala itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya
seperti sediakala." (H.R. Bukhari dari Sa'sa'ah).
Ketiga: Hadis riwayat Ahmad dari Anas bin Malik:
إن
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أتيت بالبراق وهو دابة أبيض فوق الحمار
ودون البغال يضع حافره عند منتهى طرفه فركبته فسار بي حتى أتيت بيت المقدس
فربطت الدابة بالحلقة التي يربط فيها الأنبياء ثم دخلت فصليت فيه ركعتين
ثم خرجت فأتاني جبريل بإناء من خمر وإناء من لبن فاخترت اللبن فقال جبريل
أصبت الفطرة
Artinya:
"Bahwa Rasulullah
saw bersabda : "Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih
besar dari keledai yang lebih kecil dari bagal. Ia melangkahkan kakinya
sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku
sehingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat
para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di
dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah
piala yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu;
lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata : "Engkau telah
memilih fitrah sebagai pilihan yang benar". (H.R. Ahmad dari Anas bin
Malik).
Dari keterangan hadis-hadis tersebut, dapatlah
disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw dijalankan di waktu malam hari dari
Masjidilharam ke Masjidilaksa atas izin Allah di bawah bimbingan
malaikat Jibril!. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan malam hari
itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala
macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Perjalanan itu dilakukan dengan Buraq yang mempunyai kecepatan luar
biasa sehingga Isra' dan Mikraj hanya memerlukan waktu kurang dari satu
malam, dari sesudah waktu `Isyak sampai sebelum subuh.
Adapun mengenai riwayat terjadinya Mikraj akan dijelaskan pada tafsir permulaan An Najm.
Di
dalam ayat yang sedang ditafsirkan ini tidak dijelaskan secara
terperinci; apakah Nabi saw Isra' dengan ruh dan jasadnya, ataukah
rohnya saja. Itulah sebabnya para mufassirin berbeda-beda pendapat
mengenai hal tersebut. Sebagian besar mufassirin berpendapat bahwa Isra'
itu dilakukan dengan ruh dan jasad beliau dalam keadaan sadar, bukan
dalam keadaan tidur. Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk
menguatkan pendapatnya di antaranya ialah:
a. Kata
(سُبْحَانَ) menunjukkan adanya peristiwa yang hebat, seumpama Nabi itu
di-Isra'kan dalam keadaan tidur, tidaklah sepatutnya diungkapkan dengan
menggunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b. Andai
kata Isra' itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy
tidak dengan serta merta mendustakannya. Juga banyaknya orang muslim
yang murtad kembali, lantaran adanya berita itu, menunjukkan peristiwa
Isra' bukanlah peristiwa yang biasa. Lagi pula kata-kata Umu Hani' yang
melarang Nabi menceritakannya kepada siapapun agar mereka tidak
mendustakannya. Juga menguatkan bahwa Isra' itu dilakukan Nabi dengan
ruh dan jasadnya. Dan peristiwa yang menyebabkan Abu Bakar diberi
gelaran "As-Siddiq" karena dia membenarkan Nabi Isra' dengan ruh dan
jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
c. Bahwa firman Allah (بِعَبْدِهِ) menunjukkan suatu kesatuan bulat antara ruh dan jasad.
d.
Perkataan Ibnu Abbas bahwa : Orang-orang Arab kerap kali pula
menggunakan kata "ru'ya" dalam arti penglihatan mata, maka kata "ru'ya"
yang tersebut dalam firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ
Artinya:
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan Kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Q.S. Al Isra': 60)
e.
Yang diperlihatkan kepada Nabi pada waktu Isra' dan Mikrajnya adalah
berarti penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang
serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modem.
Segolongan
mufassirin yang lain berpendapat bahwa Isra' dilakukan Nabi dengan
rohnya saja. Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan alasan-alasan.
a. Bahwa Muawiyah bin Abu Sofyan apabila ditanya tentang Isra' Nabi Muhammad saw beliau menjawab :
كان رؤيا من الله صادقة...
Artinya:
Isra' Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
b. Bahwa keluarga Abu Bakar r.a. berkata :
ما فقد جسد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن أسري بروحه
Artinya:
Aisyah pernah berkata : "Jasad Rasulullah saw (pada saat berisra') tidaklah lenyap, akan tetapi rohnyalah yang diisra'kan".
c.
Bahwa Al Hasan berkata pada saat menafsirkan firman Allah "Bahwa yang
dimaksud dengan ru'ya" dipakai khusus untuk orang tidur.
Al
Maragi di dalam tafsirnya mengemukakan beberapa kecaman terhadap alasan
yang dikemukakan oleh orang-orang yang berpendidikan bahwa Nabi
melakukan Isra' dengan rohnya saja, sbb:
1. Pendapat
Muawiyah itu ada kelemahannya, yaitu pada waktu itu Muawiyah belum lagi
masuk Islam, akan tetapi dia masih di dalam keadaan musyrik. Sebab itu,
riwayatnya tidak boleh di terima.
2. Riwayat `Aisyah
mendapat kecaman-kecaman dari para Muhaddisin karena pada saat itu
`Aisyah masih kecil masih belum menjadi istri Rasulullah saw.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 1
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)
(Maha
Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya)
yaitu Nabi Muhammad saw. (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan
karena menjadi zharaf. Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di
malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang
dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan
dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari
Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan
Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang
telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan
sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda
Kami) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami.
(Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya
yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw. Maka Dia
melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu
malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan
para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan
bermunajat langsung dengan Allah swt. Sehubungan dengan peristiwa ini
Nabi saw. menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah
seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan
tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat
mencapai batas pandangan matanva. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku
hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat
penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki
Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku
keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya
membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain
berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat
Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).' Nabi
saw. melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke
langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu
langit; ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu
itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya,
'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab,
'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama
dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam.
Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat
Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya,
'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi
kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah
diutus untuk menghadap kepada-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah
diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi
kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi
Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya
mendoakan kebaikan buatku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke
langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang
ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang
bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi
kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu
langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan
ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi
Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka
malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya,
'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi
kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah
diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus
untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami;
tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan
mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit
yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima,
maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab,
'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu
itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya,
'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab,
'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit
yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia
menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Selanjutnya
malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk
pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang
bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi
kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril
menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu
langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa,
lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia
mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat
Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang
yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan
lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat
Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah
pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi
Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur
itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang
selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya. Kemudian malaikat Jibril
membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan
telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang
besar. Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi
berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat
menggambarkan keindahannya. Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka
Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan)
kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku
turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi
Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas
umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.'
Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan
dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat
melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji
mereka.' Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada
Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka
Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi
Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku
menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa
bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal
tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan
buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih
tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan
kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman,
'Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada
setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat.
Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian
ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan.
Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh
kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu
ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia
mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.' Setelah itu
aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu
kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah
kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan
kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir
kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam
Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis
melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah
bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman):` Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,(QS. 17:2)
Surah Al Israa' 2
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا (2)
Allah
SWT menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa as
dan menjadikannya sebagai pedoman bagi Bani Israel. Dan Allah SWT
menyuruh Musa as agar mengatakan kepada kaumnya: "Janganlah kamu
mengambil selain Allah sebagai penolong yang memberikan perlindungan dan
menyelesaikan urusan-urusan kamu. Larangan yang ditujukan kepada
kaumnya itu adalah larangan yang juga pernah disampaikan oleh
Rasul-rasul sebelumnya dengan perantaraan wahyu-Nya yang mengandung pula
perintah agar manusia menyembah kepada Allah semata dan larangan
menyerikatkan sesuatu yang lain dengan Dia. Juga larangan meminta
bantuan dalam segala urusan kecuali kepada-Nya.
Menyebutkan
kitab Taurat yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Musa as, sebagai
pedoman untuk kaumnya adalah untuk memberikan pengertian kepada kaum
Muslimin, bahwa di antara tugas-tugas para Rasul ialah menyampaikan
agama tauhid, sebagaimana tugas Nabi saw kepada mereka, dan untuk
mengingatkan mereka agar jangan meniru umat dahulu, yang setelah
ditinggal oleh Rasul-rasul, mereka membuat-buat takwilan firman-firman
Allah menurut kehendak Nya, dan mereka bergelimang dalam lembah
kemurkaan Allah dan kesesatan yang nyata.
Itulah
sebabnya maka Allah SWT menyebutkan keistimewaan Musa as dan kelebihan
Bani Israel dari bangsa-bangsa lain yang ada pada masa itu berulang kali
di dalam Alquran dam menyebutkan pula nikmat Allah yang diberikan
kepada mereka, dengan maksud agar hati nurani mereka tergugah, lalu
kembali ke jalan yang benar, dan bernaung di bawah petunjuk-Nya.
(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.(QS. 17:3)
Surah Al Israa' 3
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (3)
Allah
SWT menyebutkan juga nenek moyang mereka, yaitu orang-orang yang telah
diselamatkan Allah bersama-sama Nuh as dari topan. Mereka itu
diselamatkan Allah dengan perantaraan wahyu-Nya kepada Nuh as yang
mengandung perintah untuk membuat perahu, agar dia dan kaumnya yang
setia terhindar dari siksaan Allah yang akan ditimpakan kepada kaumnya
yang mengingkari kenabiannya. Hal ini mengandung peringatan bagi Bani
Israel agar mengambil contoh dan ibarat dari peristiwa itu, dan
mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi Nuh itu, karena sesungguhnya
beliau itu adalah hamba yang sangat mensyukuri nikmat Allah. Dan
peristiwa itu mengandung pelajaran pula bagi kaum Muslimin agar tetap
beragama tauhid seperti Nuh as dan pengikut-pengikutnya, serta
orang-orang yang mensyukuri nikmat Allah.
Sebagai
penjelasan dari penafsiran tersebut, perlu dikemukakan beberapa buah
hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Nuh as itu Nabi yang sangat mensyukuri
nikmat Allah, sebagaimana tersebut dalam hadis:
Pertama, Hadis yang diriwayatkan oleh:
أخرج
ابن مردويه عن معاذ بن أنس الجهني أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن
نوحا إذا أمسى وأصبح قال : سبحان الله حين تمسون وحين تصبحون وله الحمد في
السموات والأرض عشيا وحين تظهرون
Artinya:
Diriwayatkan
oleh Ibnu Mardawaih dan Muaz bin Anas Al Juhany bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda : "Sesungguhnya Nuh, apabila telah datang waktu sore hari dan
pada pagi hari, dia berkata: Maha Suci Allah ketika kamu berada di waktu
sore dan di waktu Subuh dan bagi Nya-lah segala puji di langit dan bumi
di waktu berada di petang hari dan di waktu kamu berada di waktu
Zuhur".
Kedua hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Al Baihaqy dan Al Hakim dari Salman Al Farisi, ia berkata:
كان نوح إذا لبس ثوبا أو أطعم طعاما حمد الله تعالى فسمى عبدا شكورا
Artinya:
Nabi
Nuh, apabila telah mengenakan baju dan menyantap makanan dia memuji
Allah SWT. Maka dinamakanlah dia "hamba yang sangat mensyukuri nikmat
Allah.
Demikianlah doa dan tasbih yang diucapkan oleh Nabi Nuh as yang patut dicontoh dan diamalkan oleh kaum Muslimin.
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu:
`Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan
pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar`.(QS. 17:4)
Surah Al Israa' 4
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (4)
Allah
SWT menjelaskan dalam ayat ini, bahwa Dia telah mewahyukan kepada Musa
as dengan menurunkan kitab Taurat, bahwa Bani Israel akan membuat
keonaran di muka bumi dua kali, yakni di bumi Palestina, sehingga Allah
menggerakkan musuh-musuh mereka untuk membunuh, merampas dan
menghancurkan negeri mereka.
Sesudah mereka tobat,
Allah SWT melepaskan mereka dan kesengsaraan ini, Allah mengembalikan
kerajaan mereka, menganugerahi mereka kekayaan dan kekuatan, baik
kekuatan dalam bidang harta benda maupun kekuatan dalam bidang keturunan
dan pertahanan negara.
Akan tetapi mereka kembali
membuat keonaran lagi, maka Allah SWT mengerahkan kembali musuh-musuh
mereka, untuk menghancurkan mereka. Ini sebagai azab di dunia dan di
akhirat kelak mereka akan mendapat azab neraka Jahanam.
Pembangkangan mereka ialah:
Pertama:
Tidak mengindahkan kitab Taurat, mengubah isinya serta membunuh
Nabi-nabi yang diutus kepada mereka seperti Nabi Sya'ya dan menawan
Irmea di kala ia mengingatkan mereka akan kemurkaan Allah.
Kedua: Kekejian mereka membunuh Zakaria dan Yahya serta usaha mereka untuk membunuh Nabi Isa as.
Sesudah
itu Allah menyebutkan sikap mereka pada saat melakukan
pembangkangan-pembangkangan itu, yaitu mereka melakukannya dengan
menyombongkan diri dengan penuh keangkuhan, yang menunjukkan bahwa
kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan itu telah melampaui batas-batas
kemanusiaan.
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama
dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami
yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di
kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.(QS. 17:5)
Surah Al Israa' 5
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ
أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ
فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (5)
Sesudah
itu Allah SWT menjelaskan akibat yang akan menimpa mereka, karena
pembangkangan mereka yang pertama, yaitu pada saat telah tibanya hukuman
Allah yang telah dijanjikan kepada mereka sebagai batasan yang setimpal
atas kejahatan-kejahatan mereka, mereka akan mengalami kehancuran.
Baik
juga diterangkan di sini, bahwa Bani Israel mulai tahun 975 SM telah
terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan Yahuza di bagian selatan,
yang terdiri atas dua suku Bani Israel, yaitu suku Yahuza dan Benyamin.
Rajanya yang pertama ialah Rehoboam, putra Nabi Sulaiman, dan kerajaan
Israel di bagian utara yang terdiri atas 10 suka lainnya. Rajanya yang
pertama bernama Jeroboam bin Nebat.
Pada tahun 70 SM
kerajaan Israel diserang oleh raja `Asyur namanya Syanharib. Raja ini
dapat memasuki kota Samurra ibu kota kerajaan Israel. dia menawan Bani
Israel dan membawa mereka ke `Asyur. Dengan demikian runtuhlah kerajaan
Bani Israel itu sesudah hidup 250 tahun lamanya; Oleh karena keonaran
Bani Israel ini tidak juga henti-hentinya maka Allah mengerahkan tentara
Babilonia di bawah pimpinan rajanya Bukhtanassar yang dikenal juga
dengan nama Nebukadnezar.
Tentara Babilonia ini
memperluas negerinya dengan jalan membunuh, merampas dan merampok
penduduk-penduduk negeri yang ditaklukkan. Mereka menyerang Bani Israel,
para ulama dan pembesar dari kalangan mereka di bunuh kitab Taurat yang
mereka miliki diporak porandakan dan di bakar, bahkan kota suci mereka
Baitulmakdis (Yerusalem) dihancurkan. Itulah nasib yang mereka derita
karena mereka telah menyimpang dari bimbingan wahyu Allah, cenderung
menuruti kehendak hawa nafsu mereka, bahkan mereka mengalami nasib yang
lebih jelek lagi, yaitu di antara Bani Israel itu ada yang di bawa ke
Babilonia. Tiga kali mereka itu di tawan oleh Nebukadnezar. Penawanan
yang ketiga dan terakhir terjadi pada tahun 558 SM. Akibat dari serangan
Nebukadnezar ini runtuhlah kerajaan Yahuza.
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka
kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan
Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.(QS. 17:6)
Surah Al Israa' 6
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا (6)
Kemudian
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia memberikan giliran bagi orang-orang
Bani Israel untuk berkuasa kembali, muka sesudah Cyrus Kisra Persia yang
pertama dari keluarga Sasan dapat mengalahkan Babilonia, dia
memerdekakan para tawanan dari Bani Israel yang berada di Babilonia itu,
dan mengirimkan mereka kembali ke Palestina yaitu tahun 536 SM sehingga
orang-orang Bani Israel itu menguasai negerinya kembali, memegang
kekuasaan dan mendirikan kembali Masjidilaksa. Karunia Allah itu
diberikan kepada Bani Israel pada saat mereka telah tobat dan kembali
mematuhi ajaran Taurat serta menginsafi kecerobohan yang telah mereka
lakukan, sehingga mereka dapat membangun kembali negerinya dan dapat
menyelamatkan keluarga dan harta benda mereka.
Dengan
demikian mereka kembali menjadi bangsa yang merdeka serta dapat
mengembalikan negerinya dan menjadi bangsa yang kuat yang bersatu dalam
satu negara saja seperti sediakala yakni sebelum terpecah menjadi dua
yang mereka namai kerajaan Yahudi. Hal itu adalah karena ampunan dan
rahmat Allah semata.
Dengan demikian jelaslah, selama
manusia itu berada di bawah bimbingan wahyu dan berjalan di bawah
pancaran Nya, tentulah mereka akan dapat merasakan nikmat Allah, yang
disediakan di alam dunia ini, dan dapat merasakan pula kebahagiaan di
dalam dirinya akibat dari nikmat tersebut berupa ketenteraman hidup,
ataupun kemakmuran negerinya.
Tetapi apabila manusia
itu menyimpang dari tuntunan wahyu dan lebih menyenangi kehendak hawa
nafsu, tentulah mereka akan mengalami nasib yang buruk. Mereka tidak
lagi merasakan nikmat yang disediakan Allah di alam dunia ini, bahkan
nikmat-nikmat Allah itu akan berubah menjadi bencana. Mereka itu tidak
akan mengalami kebahagiaan dan kemakmuran di dalam hidup bermasyarakat,
bahkan sebaliknya, mereka akan menjadi tertindas dan terusir dari negeri
mereka.
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua,
(Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan
mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuh mu memasukinya
pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang
mereka kuasai.(QS. 17:7)
Surah Al Israa' 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ
لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ
أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (7)
Sesudah
itu Allah SWT menegaskan, bahwa apabila Bani Israel itu berbuat baik,
maka kebaikan itu buahnya untuk mereka sendiri. Hal ini mengandung
pengertian, bahwa ketentuan yang terdapat dalam ayat ini tidaklah khusus
untuk mereka sendiri, melainkan berlaku umum untuk seluruh manusia
sepanjang masa. Dengan demikian, apabila manusia itu berbuat baik atau
berbuat kebaikan maka kebaikannya itu akan dirasakannya, baik di dunia
maupun di akhirat. Adapun kebaikan yang akan mereka terima di dunia
ialah mereka akan menjadi umat yang kuat membentengi diri mereka dari
maksud-maksud jahat yang direncanakan oleh musuh-musuh mereka. Mereka
akan memperoleh kesempatan untuk melipat gandakan harta mereka, sebagai
sarana hidup, serta dapat melanjutkan keturunan mereka sebagai khalifah
di muka bumi. Lebih dari itu mereka akan menjadi bangsa yang kuat, yang
dapat mewujudkan hasil budayanya, sebagai rahmat yang dapat lebih
menggairahkan kehidupan mereka, dan dapat lebih memberikan kelancaran
dalam usaha mewujudkan ibadah mereka kepada Allah SWT; sedangkan
kebahagiaan yang abadi, surga yang penuh dengan kenikmatan yang
disediakan dan dijanjikan kepada mereka, sebagai tanda keridaan Allah
SWT atas kebaikan mereka. Tetapi apabila mereka berbuat Jahat, yaitu
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta
bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka
berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata
kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah
kemurkaan Allah.
Dengan demikian, mereka akan menjadi
bangsa yang diperbudak hawa nafsu, sehingga kelompok yang satu berusaha
menundukkan kelompok yang lain. Maka cerai berailah mereka. Itulah
sebabnya maka mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup
mereka, karena tidak mempertahankan diri dari kehancuran dan bencana
maksud-maksud jahat dari musuh-musuh mereka; dan mereka akan menjadi
bangsa yang tertindas, yang dikuasai oleh musuh-musuh mereka. Sedang
keburukan yang mereka rasakan di akhirat, ialah siksaan api neraka
sebagai siksaan yang paling pedih.
Kemudian Allah SWT
mengungkapkan akibat yang telah dirasakan oleh orang-orang Bani Israel
sebagai hukuman kejahatan mereka yang kedua, yaitu pada saat datangnya
bencana yang kedua, sebagai akibat pengulangan kejahatan mereka, seperti
kali yang pertama. Pada saat itu Allah membiarkan mereka dalam kacau
balau pada saat kedatangan musuh-musuh yang datang untuk menaklukkan
mereka, dan menyuramkan muka mereka. Karena kekalahan yang kedua ini
benar-benar dirasakan sebagai penderitaan yang tiada taranya dan cukup
memberi malu kepada mereka, yaitu musuh-musuh mereka memasuki
Masjidilaksa secara sewenang-wenang, untuk merampas kekayaan yang mereka
simpan dan menghancurkan syiar-syiar agama mereka, seperti yang
dilakukan pada saat penaklukan yang pertama. Dengan demikian mereka itu
menderita penderitaan yang berlipat-ganda. Mereka mengalami penderitaan
material, kehilangan kekuasaan, harta benda dan wanita-wanita mereka
dijadikan tawanan. Juga mengalami penderitaan moril karena tempat-tempat
suci mereka dan lambang-lambang kesucian agamanya dihancurkan dan
dihina.
Adapun yang menghancurkan mereka kedua kalinya
sebagaimana tersebut dalam sejarah ini adalah bangsa Romawi yang
kemudian menguasai Palestina. Mereka membunuh dan menawan orang-orang
Yahudi serta menghancurkan Baitulmakdis dan kota-kota yang lain, mulai
dari Kaisar Titus yang memasuki Baitulmakdis tahun 70 Masehi dan
membakar Masjidilaksa merampas barang-barang berharga yang terdapat di
dalamnya, sehingga dalam peristiwa Titus ini saja ada kira-kira 1 juta
orang Yahudi meninggal dunia, sampai kepada Kaisar Hadrianus yang
memerintah dari tahun 117 sampai dengan 158 Masehi, yang memasuki
Baitulmakdis dan melakukan tindakan-tindakan perusakan pula.
Hadrianus
mengubah kota ini menjadi Aelina Capitolina (kota Aelina). Masjidilaksa
diruntuhkannya dan didirikannya di atas reruntuhan itu sebuah kuil yang
dinamai "Yupiter Capitolina", bahkan kerajaan Yahudi itu dihancurkannya
sehingga bangsa Yahudi tidak mempunyai kerajaan lagi. Maka bercerai
berailah mereka ke segenap tempat di setiap penjuru dunia ini. Peristiwa
ini terjadi tahun 132 Masehi.
Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat (Nya) kepadamu;
dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali
(mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang
yang tidak beriman.(QS. 17:8)
Surah Al Israa' 8
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (8)
Kemudian
Allah SWT memerintahkan agar mereka itu kembali menginsafi diri mereka
betul-betul, dan bertobat serta mempedomani ajaran Taurat dengan
menjauhi perbuatan maksiat, agar dapat diharapkan bahwa Allah SWT akan
melimpahkan rahmat Nya kepada mereka. Janji Allah serupa ini tentu akan
terjadi dan pasti mereka rasakan.
Tersebut dalam sejarah
bahwa pada tahun 614 M yakni sesudah 483 tahun dari peristiwa
penghancuran Yerusalem oleh Hadrianus bangsa Persia di bawah pimpinan
Kisra Barwiz Yerusalem, mereka merebut kota-kota yang lain di Palestina
dari tangan bangsa Romawi, melawan orang Romawi menindas orang Yahudi
membatalkan kebiasaan membuang sampah-sampah orang-orang Nasrani ke
Haikal Sulaeman, bahkan orang-orang Nasrani yang berdiam di Yerusalem
mereka jual ke kota orang-orang Yahudi, gereja-gereja orang-orang
Nasrani mereka bakar, palang salib yang asli, yang di situ Nabi Isa di
salib, dirampas oleh mereka dan di bawa ke Persia.
Kemudian
pada tahun 624 M bangsa Romawi di bawah pimpinan Kaisar Heraclius I
dapat merebut Palestina kembali dari tangan bangsa Persia, bahkan
Heraclius dapat memasuki pedalaman kerajaan Persia, maka dipadamkanlah
api yang disembah Persia.
Kemenangan bangsa Romawi
terhadap bangsa Persia ini bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin
dalam perang Badar melawan kaum musyrikin Mekah (Ramadan tahun 2 H) atau
Januari 624 M, yakni selama 9 tahun sesudah bangsa Romawi dikalahkan
oleh bangsa Persia. Akan tetapi perdamaian antara bangsa Romawi dan
Persia baru terjadi sesudah Kisra Evermiz dibunuh oleh perwiranya
sendiri, yaitu pada tahun 928 M, yang pada tahun tersebut seluruh
Palestina kembali di bawah kekuasaan Romawi dan palang salibpun
dikembalikan ke Yerusalem.
Pada tahun 610 M. Nabi
Muhammad saw diutus sebagai rahmat bagi seluruh Alam, dan pada tahun 622
M Nabi berhijrah ke Madinah, maka diadakanlah Perjanjian dengan
orang-orang Yahudi yang ada di Madinah yang berupa suatu Piagam. Di
dalamnya diakui bahwa orang-orang Yahudi adalah warga kota Madinah di
samping kaum Ansar dan Muhajirin. Mereka dibiarkan tetap Menganut agama
mereka. Akan tetapi oleh karena mereka akhirnya berkhianat dan
mengadakan makar untuk membunuh Rasulullah, maka mereka diperangi oleh
Rasulullah, di antaranya ada yang diusir dari Madinah yaitu Bani Nadr
setelah Umar bin Khatab menjadi khalifah beliau menaklukkan negeri Syam
(Suriah) penduduk Yerusalem (Baitulmakdis) di bawah pimpinan Patrip
Suverianus menyerahkan kota itu kepada Umar, dan dibuatlah piagam
perdamaian. Peristiwa itu terjadi pada tahun 636 Masehi. Oleh Umar bin
Khatab didirikanlah Mesjid di tempat Kiblat Masjidilaksa (Haikal
Sulaiman), Dan bersihkanlah kota Yerusalem itu. Maka kembalilah
kemegahan kota Yerusalem yang sudah hilang selama ini.
Sedang
Kaisar Romawi Heraclius I oleh karena negeri Syam seluruhnya Termasuk
Palestina telah jatuh ke tangan kaum Muslimin maka naiklah dia ke satu
bukit. Kemudian dengan menghadap ke Suriah dilambaikannya tangannya
dengan mengucapkan "selamat tinggal Suriah" buat selama-lamanya.
Dengan
demikian lepaslah bangsa Yahudi dari cengkeraman, aniaya dan penindasan
bangsa Romawi dan merdekalah mereka beribadat di sekeliling Haikal
Sulaiman (Masjidilaksa) itu. Inilah rahmat dari Allah SWT yang Maha
Besar.
Demikianlah diterangkan dalam buku-buku sejarah.
Adapun dalam Alquran, tidak diterangkan dengan terperinci, karena
Alquran bukanlah buku sejarah. Dalam pada itu Allah jualah Yang Maha
Mengetahui.
Dalam pada itu Allah SWT mengancam, bahwa
apabila mereka kembali mengulang kedurhakaan mereka, seperti yang pernah
dilakukan oleh nenek moyang mereka, niscaya Allah SWT akan menurunkan
Azab Nya lagi dengan yang lebih pedih dari yang dirasakan oleh nenek
moyang mereka.
Di samping itu Allah menyediakan siksaan
api neraka Jahanam sebagai Penjara yang abadi bagi mereka di akhirat,
karena memang siksa yang demikian itulah yang sepantasnya dijatuhkan
terhadap orang-orang yang tidak mau beriman.
Sesungguhnya Al quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin
yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,(QS. 17:9)
Surah Al Israa' 9
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي
لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا (9)
Allah
SWT menyatakan keistimewaan-keistimewaan kitab Nya yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw yaitu kitab Alquran, dengan menunjukkan fungsi
dari kitab Alquran itu sendiri serta faedahnya bagi seluruh umat
manusia, yang di dalam ayat ini disebutkan tiga macam:
Pertama:
Bahwa Alquran itu memberi petunjuk kepada orang yang suka
mempedomaninya ke jalan yang lurus. Yang dimaksud jalan yang lurus dalam
ayat ini ialah agama yang benar yaitu Islam, dan murni serta dapat
diterima oleh akal yang sehat, yang berpangkal pada ajaran tauhid, yaitu
keyakinan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menguasai alam semesta
ini terkecuali Allah SWT yang kekuasaan Nya tidak dapat ditandingi oleh
siapapun. Dia adalah Penguasa alam yang sebenarnya, dan Zat yang
mempunyai kekuatan Yang Maha Kuat.
Kedua : Bahwa
Alquran itu memberi kabar gembira kepada orang-orang yang percaya kepada
Allah SWT dan Rasul Nya, yang berbuat amal yang baik, yaitu mereka yang
melakukan apa saja Yang diperintahkan Allah kepadanya, dan mencegah
diri dari berbuat sesuatu yang dilarang Nya. Kabar gembira itu berupa
pahala yang berlimpah-limpah yang akan mereka terima di akhirat, sebagai
imbalan dari amal saleh yang mereka lakukan di dunia.
dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab azab yang pedih.(QS. 17:10)
Surah Al Israa' 10
وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (10)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan fungsi yang lain dari Alquran yaitu:
Ketiga
: Bahwa Alquran sebagai peringatan bagi orang-orang yang tidak mau
mempercayai hari pembalasan dan tidak mengakui adanya pahala dan siksa
yang akan diberikan Allah di hari kiamat itu sebagai balasan bagi
perbuatan mereka selagi mereka hidup di dunia, sehingga mereka semakin
berani bergelimang dalam kemaksiatan. Ancaman yang ditujukan kepada
mereka ialah siksaan yang mengguncangkan jiwa mereka sebagai imbalan
dari perbuatan maksiat yang menodai jiwa mereka. Termasuk pula di sini
orang orang ahli kitab yang tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw.
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.(QS. 17:11)
Surah Al Israa' 11
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا (11)
Kemudian
Allah SWT menjelaskan bahwa di antara manusia ada yang bersumpah untuk
dirinya, keturunannya bahkan untuk hartanya dengan doa yang jahat pada
saat ia marah, seperti doa "Wahai Tuhan ! Turunkanlah laknat kepadaku,
binasakanlah aku !", sebagaimana ia berdoa kepada Allah dengan doa yang
baik seperti doa mereka agar Allah memberikan kesehatan dan melimpahkan
keselamatan kepadanya, kepada keturunannya dan kepada harta bendanya.
Seandainya
Allah SWT mengabulkan doanya itu, niscaya mereka tidak bisa mengelakkan
diri dari hasil doanya. Akan tetapi Allah SWT tidak berbuat demikian.
Hal ini tidak lain hanyalah karena keutamaan Allah yang Maha Besar.
Allah SWT berfirman
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ
Artinya:
Dan
kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti
permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur
mereka. (Q.S. Yunus: 11)
Di akhir ayat Allah SWT
menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai sifat tergesa-gesa, yaitu
apabila ia menginginkan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya, maka
tertutuplah pikirannya untuk menilai apa yang diinginkannya itu, apakah
bermanfaat bagi dirinya, ataukah merugikan. Hal itu semata-mata didorong
oleh sifat-sifat tergesa-gesa untuk mencapai tujuannya, tanpa
dipikirkan dengan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya manusia itu tertarik pada keadaan
lahiriah dari sesuatu tanpa meneliti hakikat dan rahasia dari sesuatu
itu lebih mendalam.
Di dalam ayat ini terdapat sindiran
terhadap orang-orang musyrik Arab yang mendustakan kebenaran Alquran,
karena mereka tidak mau mempercayai terjadinya hari Pembalasan. Mereka
lebih menyenangi dunia yang dapat mereka nikmati secara langsung, dari
pada memikirkan janji dan ancaman yang akan diterimakan kepada mereka di
Hari Pembalasan.
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu
mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan
tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan
dengan jelas.(QS. 17:12)
Surah Al Israa' 12
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ
النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
(12)
Kemudian dari pada itu Allah SWT menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan Nya yang ada di alam semesta, dengan maksud agar
supaya manusia memikirkan dan merenungi Penciptanya. Allah SWT
menjelaskan bahwa Dia menciptakan malam dan siang, masing-masing sebagai
tanda kekuasaan Nya. Slang dan malam merupakan dua peristiwa yang
selalu silih berganti yang sangat berguna bagi kemaslahatan man usia
dalam menjalankan kewajiban agama dan urusan-urusan duniawi. Pergantian
yang teratur seperti itu merupakan tanda kekuasaan Allah yang sangat
jelas bagi manusia. Barang siapa yang memperhatikan dan memikirkan
pergantian slang dan malam itu tentu akan yakin bahwa alam semesta ini
ada yang mengaturnya dengan aturan-aturan yang sangat baik dan tepat,
yang menunjukkan bahwa pengaturannya sangat teliti, sehingga dengan
demikian, manusia akan dapat mengakui adanya Pencipta jagat raya ini dan
seluruh isinya.
Di samping itu adanya pergantian siang
dan malam merupakan anugerah yang dapat dirasakan secara langsung oleh
manusia dalam kehidupan mereka sehari hari. Di waktu slang mereka dapat
berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan di waktu malam mereka
dapat beristirahat untuk melepaskan lelah. Allah SWT menjelaskan lebih
lanjut bahwa Dialah yang menghapuskan tanda-tanda malam yaitu hilangnya
cahaya matahari dan ufuk barat, sehingga lama kelamaan hari menjadi
gelap gulita. Hal ini merupakan tanda kekuasaan Nya pula. Dan Allah
menjadikan tanda-tanda siang bercahaya, maksudnya Allah menjadikan slang
yang terang benderang itu sebagai tanda kekuasaan Nya pula, dan juga
untuk memberikan kesempatan kepada manusia untuk mencari kebutuhan hidup
untuk diri mereka sendiri dan keluarganya. Kecuali itu, perubahan siang
dan malam itu sangat berguna bagi manusia untuk mengetahui bilangan
tahun, bulan dan hari serta perhitungannya, terkecuali di daerah kutub
utara dan selatan.
Siang dan malam terjadi karena
perputaran bumi pada porosnya bergerak dari barat ke timur, yang
memberikan kesan kepada manusia seolah-olah matahari bergerak dari timur
ke barat. Apabila matahari muncul dibelah timur disebut, hari telah
siang dan apabila matahari terbenam di ufuk barat disebut hari telah
malam.
Dari saat matahari terbenam pada suatu saat,
hingga matahari terbenam pada hari berikutnya disebut satu hari satu
malam menurut kebiasaan dan anggapan dalam perhitungan tahun qamariyah.
Tetapi dalam perhitungan tahun syamsiyah, yang disebut sehari semalam
ialah waktu dari pertengahan malam hingga pertengahan malam berikutnya.
Sedang yang dimaksud dengan satu tahun dalam perhitungan tahun qamariyah
ialah lama waktu dari tanggal I Muharam hingga tanggal 1 Muharam
berikutnya, yang lamanya 354 hari untuk Tahun-tahun basitah, atau 355
hari untuk tahun-tahun kabisah. Perhitungan serupa ini dinamakan hisab
`urfi, sedang yang disebut satu tahun dalam tahun Syamsiyah ialah dari
tanggal I Januari hingga tanggal 1 Januari tahun berikutnya, yang
lamanya 365 hari untuk tahun-tahun basitah dan 366 hari untuk
tahun-tahun kabisah.
Sebenarnya secara astronomis yang
disebut satu tahun itu ialah peredaran matahari di antara
bintang-bintang pada saat matahari berada di titik Aries hingga ke titik
Aries kembali, itulah yang disebut tahun Syamsiyah. Sedang untuk
perhitungan qamariyah, perhitungan tahun ini didasarkan pada peredaran
bulan mengelilingi bumi. Maka dari bulan sabit ke bulan berikutnya
disebut 1 bulan, dan apabila telah 12 kali terjadi bulan sabit dianggap
telah genap satu tahun qamariyah.
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya
pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.(QS. 17:13)
Surah Al Israa' 13
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا (13)
Allah
SWT menjelaskan bahwa masing-masing manusia itu telah dicatat amal
perbuatannya, dan tetaplah amal perbuatan itu dalam buka catatan seperti
tetapnya kalung pada leher mereka. Maksudnya bahwa tiap-tiap amal
perbuatan yang mereka perbuat, terekam dalam rekaman atau tercatat dalam
sebuah kitab. Amal perbuatan tersebut mencakup amal baik dan amal
buruk, besar maupun kecil yang diperbuat manusia atas dasar pilihannya.
Rekaman rekaman atau catatan-catatan dari amal perbuatan mereka itu
termuat dalam sebuah kitab yang terpelihara dan bersifat tetap tidak
dapat berubah-ubah lagi.
Tetapnya catatan-catatan
mereka dalam kitab itu, diumpamakan seperti tetapnya kalung pada leher
manusia, sebagai kiasan bahwa catatan itu akan terpelihara, dengan tidak
akan hilang, dan selalu berada pada manusia itu.
Selanjutnya
Allah SWT menegaskan bahwa kitab yang mengandung rekaman amal perbuatan
manusia itu akan dikeluarkan dan simpanannya pada hari kiamat, dan akan
diperlihatkan kepada mereka, sehingga mereka dapat mengetahui isinya
secara terbuka.
Di dalam ayat yang lain dijelaskan bahwa tugas pencatatan amal perbuatan manusia itu diurus oleh malaikat. Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ (12)
Artinya.
Padahal
sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi
(pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat
(pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Infithar: 10, 11, 12)
Menurut
riwayat Ibnu Jarir dari Al Hasan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Allah
berfirman kepada Bani Adam: "Hai Bani Adam ! Kami telah membuka
lembaran-lembaran Kitab, dan telah ditunjuk dua orang malaikat yang
mulia sebagai wakil. Seorang di antara keduanya di sebelah kanan, dan
seorang lagi di belah kirimu. Adapun yang berada di sebelah kananmu
pekerjaannya mencatat amal baikmu, sedang yang di sebelah kirimu
mencatat amal perbuatan burukmu. Maka berbuatlah menurut kesukaanmu amal
perbuatan yang banyak atau yang Sedikit sehingga ajal datang
merenggutmu. Dan apabila engkau telah mati Aku lipatkan
lembaran-lembaran kitab dan aku kalungkan ke lehermu dan tetap bersamamu
dalam kuburmu hingga hari kiamat.
Pada hari itu kitab
itu akan dikeluarkan dan engkau menemuinya terbuka. Bacalah kitab
catatan itu niscaya pada hari itu engkau akan mengetahui bahwa kitab itu
cukup sebagai penghisab amal perbuatanmu.
`Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu`.(QS. 17:14)
Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Sesudah
Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar membaca kitabnya. Peristiwa
itu terjadi pada saat menjelang Yaumul Hisab. Pada ketika itu Allah
akan mengeluarkan kitab yang memuat catatan amal perbuatan mereka dan
ditunjukkan Nya dalam keadaan terbuka; agar manusia dapat mengetahui
semua amal perbuatannya yang diperbuatnya ketika ia hidup di dunia.
Pada
waktu itu mereka tidak dapat memungkiri catatan-catatan itu, karena
pencatatnya adalah malaikat-malaikat yang memang ditunjuk oleh Allah
yang pekerjaannya khusus mencatat amal-amal perbuatan manusia. Itulah
sebabnya maka Allah SWT menegaskan di akhir ayat bahwa cukuplah pada
hari itu, diri mereka sendiri sebagai penghisab amal perbua1an mereka.
Maksudnya semua catatan yang termuat dalam kitab itu cukup kuat, sebagai
bukti karena apa yang tercatat dalam kitab itu merupakan rekaman bagi
amal perbuatan mereka; sehingga seolah-olah mereka sendirilah yang
membuat catatan-catatan itu.
Dengan demikian maka tidak
perlu adanya bukti-bukti lain sebagai penguat karena semua catatan yang
tergores dalam kitab itu menjadi bukti yang sangat meyakinkan, sehingga
tidak bisa ditambah atau dikurangi lagi.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 14
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (14)
Dan
dikatakan kepadanya: ("Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada
waktu itu sebagai penghisab terhadapmu.") menjadi penghisab sendiri.
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan Kami tidak mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS. 17:15)
Surah Al Israa' 15
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا
يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى
نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
Kemudian Allah SWT menegaskan
bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, yaitu
orang-orang yang melaksanakan perintah perintah Nya dan menjauhi
larangan-larangan Nya sesuai dengan tuntunan Rasul, maka berarti dia
telah berbuat sesuatu yang menyelamatkan dirinya sendiri; karena ia akan
menemui catatan-catatan tentang amal perbuatan baiknya di dalam kitab
itu. Ia akan merasa berbahagia karena akan mendapatkan keridaan Allah,
dan akan menerima imbalan yang berlimpah-limpah, yaitu surga dan yang
serba menyenangkan. Akan tetapi barang siapa yang sesat, yaitu orang
yang menyimpang dari bimbingan Alquran, dan menyesatkan dirinya sendiri
sehingga ia mengalami kerugian. Ia akan menemui catatan-catatan tentang
amal perbuatan buruknya di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan
yang tidak ada gunanya lagi, karena mereka itu akan dimasukkan ke dalam
neraka, sebagai imbalan yang pantas baginya.
Sesudah
itu Allah SWT menegaskan bahwa pada hari itu seorang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain, maksudnya tiap-tiap orang bertanggung
jawab terhadap perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin
seorang dibebani dosa selain dosanya sendiri. Dan mereka akan menerima
balasan amalnya sesuai dengan berat ringannya kejahatan
sendiri-sendiri.
Dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin
Mugirah ketika ia berkata: "Ingkarilah Muhammad dan sayalah yang
menanggung dosamu".
Dan apabila ada seorang yang
disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga kepadanya dijatuhi
hukuman yang pantas bagi orang yang disesatkan di samping dosanya
sendiri, bukanlah berarti orang yang menyesatkan itu menanggung dosa
orang yang disesatkan akan tetapi orang yang menyesatkan itu dianggap
berdosa karena menyesatkan orang yang disesatkan itu. Oleh sebab itu ia
dikenakan siksaan sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan
dosa menyesatkan orang lain.
Allah SWT berfirman:
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْم
Artinya:
(Ucapan
mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya
pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan
yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (Q.S. An
Nahl: 25)
Dan firman Allah lagi:
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ
Artinya:
Dan
sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban
(dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Q.S. Al
Ankabut: 13)
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa
Allah tidak akan mengazab sebelum Dia mengutus seorang Rasul. Maksudnya
Allah tidak akan membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan
sesuatu perbuatan terkecuali setelah Allah mengutus seorang Rasul untuk
membacakan dan menerangkan ketentuan hukumannya. Dengan demikian ayat
ini dipandang sebagai asas legalitas dalam pidana Islam. Artinya semua
perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah terlebih dahulu
diundangkan melalui sarana perundang-undangan yang dapat menjamin bahwa
peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat.
Kecuali
ayat ini mengandung maksud pula bahwa Allah tidak akan membinasakan
umat karena dosanya, sebelum Dia mengutus seorang utusan yang memberi
peringatan dan menyampaikan syariat Allah kepada mereka dan memberi
peringatan apa yang akan dilakukan terhadap mereka, dan memberi ancaman
jika mereka membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.
Allah SWT berfirman:
تَكَادُ
تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ
خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا
نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ
أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9)
Artinya:
Setiap
kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir)
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum
pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan ?".
Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami
seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami
katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di
dalam kesesatan yang besar".
(Q.S. Al-Mulk: 8-9)
Dan firman Nya lagi:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya:
Dan
apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami). Dan tidak ada
bagi yang lalim seorang penolongpun. (Q.S. Fatir: 37)
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 15
مَنِ
اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا
يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
(Barang
siapa berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat
itu untuk keselamatan dirinya) karena pahala hidayahnya itu dia
sendirilah yang memetiknya (dan barang siapa yang sesat, maka
sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri) karena
sesungguhnya dia sendirilah yang menanggung dosa sesatnya itu. (Dan
tidak dapat menanggung) seseorang (yang berdosa) pelaku dosa; artinya ia
tidak dapat menanggung (dosa) orang (lain, dan Kami tidak akan
mengazab) seorang pun (sebelum Kami mengutus seorang rasul) yang
menjelaskan kepadanya apa yang seharusnya ia lakukan.
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. 17:16)
Surah Al Israa' 16
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ
نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ
عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16)
Kemudian
dari pada itu Allah SWT menjelaskan bahwa apabila Dia berkehendak
membinasakan sesuatu negeri, maka Allah SWT kepada orang-orang yang
hidup mewah di negerinya supaya menaati Allah. Maksudnya apabila sesuatu
kaum telah melakukan kemaksiatan dan kejahatan secara merata, yang
semestinya itu pantas dijatuhi siksaan dengan jalan menghancurkan negeri
mereka dengan bencana alam, sebagai balasan yang setimpal, maka Allah
SWT, karena keadilan Nya, tidaklah segera menjatuhkan siksaan itu,
sebelum memberikan peringatan kepada para pemimpin mereka untuk
menghentikan kemaksiatan dan kejahatan kaumnya dan kembali taat kepada
Allah.
Akan tetapi menurut sejarah, mereka itu tidak
mau mendengarkan peringatan itu, bahkan mereka menjadi
pendurhaka-pendurhaka di dalam negeri itu dengan cara membangkang dan
menentang peringatan itu dan memperolok-oloknya.
Maka
sebagai tindakan yang pantas diperlakukan atas mereka, jalan memusnahkan
mereka dari muka bumi dengan azab siksaan yang berupa bencana alam.
Itulah ketentuan Allah yang tak dapat dielakkan lagi, yaitu Allah
menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga tidak ada
sedikitpun yang tersisa, baik rumah-rumah mereka maupun harta kekayaan
mereka.
Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan
cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa
hamba-hamba-Nya.(QS. 17:17)
Surah Al Israa' 17
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (17)
Sesudah
itu Allah SWT mengisahkan kaum-kaum yang mengalami nasib yang sama
setelah Nuh. Mereka itu dibinasakan karena pembangkangan mereka terhadap
utusan-utusan Allah, yang diutus Allah untuk menghentikan
pembangkang-pembangkang itu, dan mengajak mereka kembali menaati Allah.
Ayat ini sebagai penegasan terhadap ayat yang lalu, bahwa tiap kaum yang
tetap membangkang setelah datangnya Rasul yang memberi peringatan
kepada mereka, pasti akan mengalami nasib yang sama dengan umat-umat
terdahulu.
Di akhir ayat Allah SWT menyebutkan bahwa
balasan yang serupa itu adalah balasan yang bijaksana dan adil, karena
Allah telah cukup mengetahui tindak tanduk mereka, lagi Maha Melihat
dosa hamba-hamba Nya.
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami
segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang
Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.(QS. 17:18)
Surah Al Israa' 18
مَنْ كَانَ يُرِيدُ
الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ
جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (18)
Kemudian
Allah SWT menyebutkan dua golongan manusia yaitu golongan yang
mencintai kehidupan dunia, dan golongan yang mencintai kehidupan
akhirat.
Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan
golongan yang pertama, sedangkan golongan yang lain, disebutkan dalam
ayat berikutnya. Di dalam menyebutkan golongan yang pertama, Allah SWT
menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia yang
kenikmatannya segera mereka rasakan, maka Allah SWT menyegerakan
keinginan mereka itu di dunia sesuai dengan kehendaknya.
Pernyataan
ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari
kebangkitan dan hari pembalasan, sehingga mereka berkeyakinan bahwa
tidak ada kehidupan lagi sesudah kehidupan di dunia ini. Itulah sebabnya
maka mereka terlalu tamak dan rakus terhadap kekayaan dunia dan
kemewahannya, padahal kehidupan dunia serta kenikmatannya adalah
bersifat sementara. Itulah sebabnya, kehidupan di dunia serta kemewahan
itu oleh Allah SWT digambarkan sebagai suatu yang segera dapat
diperoleh, tetapi segera pula musnah.
Kemudian Allah
SWT mengancam mereka dengan ancaman neraka Jahanam sebagai imbalan yang
pantas bagi mereka. Di dunia mereka akan mengalami penyesalan-penyesalan
yang sedalam-dalamnya, akibat berpisah dengan kemewahan dunia yang
sangat mereka cintai itu, yaitu pada saat ajal telah merenggut mereka.
Sedang di akhirat mereka akan mengalami penderitaan yang
senista-nistanya, karena menyesali perbuatan yang tercela, dan jauh pula
dari nikmat Allah.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 18
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ
نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
(18)
(Barang siapa yang menghendaki) dengan amalnya
(kehidupan sekarang) yakni perkara duniawi (maka Kami segerakan baginya
di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki)
lafal liman menjadi badal dari lafal lahuu yang juga disertai
pengulangan huruf jar (dan Kami tentukan baginya) di akhirat kelak
(neraka Jahanam; ia akan memasukinya) dijebloskan ke dalamnya (dalam
keadaan tercela) terhina (lagi terusir) dijauhkan dari rahmat Allah.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha
ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka
itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.(QS. 17:19)
Surah Al Israa' 19
وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19)
Di
dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang kedua. Allah SWT
menyatakan bahwa barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan
berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang dirinya tetap
beriman, maka dialah orang yang usahanya mendapat balasan yang baik.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang menghendaki kehidupan akhirat,
ialah orang-orang mencita-citakan kebahagiaan hidup di akhirat, sedang
ia berusaha untuk mendapatkannya dengan mematuhi bimbingan Allah serta
menjauhi tuntutan hawa nafsunya. Orang yang demikian ini selama hidup di
dunia menganggap bahwa kenikmatan hidup di dunia serta kemewahannya
adalah nikmat Allah yang digunakan sebagai sarana untuk kepentingan
mengabdi kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya.
Itulah
sebabnya, maka di akhir ayat ini Allah SWT menandaskan bahwa orang yang
demikian itulah yang akan mendapat pembalasan dari Allah dengan pahala
yang berlimpah-limpah, sebagai imbalan dan amalnya yang saleh dan
ketabahannya melawan kehendak hawa nafsunya. Ia akan dimasukkan ke dalam
surga firdaus dan kekal selama-lamanya di sana.
Di dalam ayat ini disebut tiga syarat yang harus dipenuhi agar seseorang itu mencapai kebahagiaan yang abadi yakni:
1. Adanya kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan mengutamakan kebahagiaan akhirat di atas kepentingan duniawi.
2.
Hendaklah ia melakukan amal-amalan yang mengantar niatnya kepada
kebahagiaan akhirat yaitu dengan jalan menaati perintah Allah dan selalu
mendekatkan diri kepada Nya.
3. Hendaklah dia menjadi
orang mukmin, karena iman adalah merupakan dasar untuk diterima atau
tidaknya amal perbuatan. Seseorang yang hatinya kosong dari iman, tidak
akan mungkin menerima kebahagiaan yang abadi itu.
Kepada masing-masing golongan--baik golongan ini maupun
golongan itu--Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan
Tuhanmu tidak dapat dihalangi.(QS. 17:20)
Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
Kemudian
dari pada itu Allah SWT menegaskan bahwa kepada kedua golongan itu akan
dilimpahkan kemurahan Nya. Maksudnya baik golongan yang mencintai
kehidupan duniawi, ataupun golongan yang lebih menyukai kebahagiaan
akhirat dan akan merasakan kemurahan Tuhan di dunia ini secara sama,
mereka akan diberi rezeki dan dibiarkan memperkembangkan keturunan,
karena kemurahan Tuhan Yang Maha Luas tidak terhalang karena ingkarnya
seseorang kepada Nya. Karena itulah kedua golongan itu sama-sama dapat
mencicipi kelezatan hidup di dunia, sesuai dengan usaha mereka
masing-masing. Akan tetapi kedua golongan itu tidaklah akan merasakan
kasih sayang Allah yang sama. Mereka yang mengutamakan kehidupan dunia,
akan memasuki neraka Jahanam sebagai tempat yang pantas untuk mereka
sedangkan mereka yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat, akan
memasuki surga sebagai tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan
kenikmatan yang tiada putusnya.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 20
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (20)
(Kepada
masing-masing) dari kedua golongan itu (Kami membantu) memberikan
bantuan (baik kepada golongan ini maupun golongan itu) kalimat ayat ini
menjadi badal (dari) bertaalluq kepada lafal numiddu (kemurahan Rabbmu)
di dunia (Dan tiadalah kemurahan Rabbmu) di dunia ini (dapat dihalangi)
artinya tiada seorang pun yang terhalang dari kemurahan-Nya itu.
Komentar
Posting Komentar